Status
Sosial dan Pelayanan Hukum
M.
Stipan Bhakti Ardiyono
NIM.1711143050
Disini
saya akan membahas tentang kasus kekerasan yang terjadi di sekitar masyarakat
dan membahas tentang bagaimana sistem hukum dan pelayanan hukum yang berada di
Indonesia. Serta akan membuktikan ungkapan Donald Black yang
mengatakan bahwa "Hukum Tajam ke bawah Tumpul ke atas".
Berikut adalah contoh kasus di masyarakat :
Kasus Pertama
Seorang suami berinisial SD warga
Dusun Klaci, Margoluwih, Seyegan, Sleman menganiaya istrinya ET hingga luka
parah di bagian kepala Tak tanggung-tanggung, SD memukuli istrinya menggunakan
sepeda onthel setelah melihat adanya SMS mesra yang masuk ke ponsel ET.
Kapolres
Sleman AKBP Faried Zulkarnain menjelaskan kasus yang terjadi beberapa waktu
lalu itu ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres
Sleman.
Pelaku
penganiayaan dalam hal ini SD sudah diamankan di Mapolres Sleman untuk
bertanggungjawab atas perbuatannya.Ia mengamankan pelaku dan ditetapkan sebagai
tersangka dengan dijerat pasal 44 ayat 1 UU 23/2004 tentang Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT). Adapun barang bukti yang disita yaitu satu unit sepeda
yang digunakan sebagai senjata untuk menganiaya korban. [1]
Kasus Kedua
Masih
dalam kasus yang sama tetapi ini dilakukan oleh kalangan atas yaitu :
Penyidik Polsek Nunukan menetapkan
Ib, seorang pejabat di Dinas Pendidikan Nunukan sebagai tersangka kasus
kekerasan dalam rumah tangga. Ib ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi
melakukan penyelidikan atas laporan Yl, yang tak lain istri sah pelaku.
Tersangka
juga diketahui memiliki istri siri yang saat ini terlibat kasus perkelahian
dengan Yl dan kasusnya ditangani pihak kepolisian. Lama terlibat cekcok mulut,
tersangka lalu melayangkan pukulan dengan menggunakan tangan kosong yang
mengenai bagian pipi kiri dan pelipis sebelah kanan.
Atas
perbuatannya, pelaku dijerat pasal 44 ayat 1 dan ayat 4 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Meskipun
telah ditetapkan sebagai tersangka, Ib tidak ditahan. Polisi beralasan,
penahanan tidak dilakukan karena Ib cukup kooperatif. Setiap saat dipanggil,
yang bersangkutan siap memberikan keterangan.
Tidak
ditahannya tersangka juga didasarkan pada permohonan penasehat hukumnya yang
menjelaskan jika Ib merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang harus
melaksanakan tugas dinas. Sementara yang bersangkutan tidak dapat digantikan
orang lain. Yang bersangkutan sedang melaksanakan pelatihan guru. Sesuai dengan
permohonan dari pengacara, dijelaskan saat ini kegiatan kepala sekolah dan
pengawas sekolah sedang berjalan.[2]
Berikut table
perbandingan:
Lapisan
Masyarakat
|
Atas
|
Bawah
|
Jenis
Pidana
|
KDRT
|
KDRT
|
Terdakwa
|
Ib ( Pejabat Dinas Pendidikan )
|
SD
|
Kerugian
Materiil
|
Luka Fisik yang di alami oleh YI (Istri Ib)
|
Luka Fisik yang di alami oleh ET (Istri SD)
|
Kerugian
Immateriil
|
Terganggunya Psikologi korban KDRT (Trauma) dan
rusaknya hubungan keharmonisan dalam rumah tangga
|
Terganggunya Psikologi korban KDRT (Trauma) dan
rusaknya hubungan keharmonisan dalam rumah tangga
|
Pelayanan
Hukum
|
- Ditetapkan sebagai tersangka tapi masih menunggu hasil lebih lanjut
- Tidak di tahan, dengan alasan Ib cukup koorperatif
|
- Ditetapkan sebagai tersangka
- Langsung dilakukan penahanan bagi tersangka SD
|
Fasilitas
Hukum
|
Pasal 44 ayat 1 dan ayat 4
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
|
Dijerat pasal 44 ayat 1 UU 23/2004
tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
|
Analisis
Kasus
Dari kedua kasus dan
tebel perbandingan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam kasus yang sama yaitu
pada kasus KDRT dan sama - sama sebagai WNI. Di mana dalam kasus pertama
tersangka SD langsung ditahan oleh pihak Mapolres Sleman. Dan pada kasus kedua,
Ib (Pejabat Dinas Pendidikan Nunukan) tidak langsung ditahan oleh pihak
kepolisian, dengan alasan tersangka bersikap coorperatif.
Hal ini juga
membuktikan bahwa pernyataan dari Donal Black tentang perlakuan hukum yang
tumpul ke atas namun tajam ke bawah benar adanya. Banyak sekali contoh kasus
lain yang memperlihatkan adanya perbedaan pelayanan hukum. Di mana mereka yang
kaya dan memiliki jabatan yang tinggi atau berada dalam lapisan masyarakat atas
akan mendapatkan perlakuan yang baik dari pihak - pihak penegak hukum
dikarenakan adanya perbedaan jabatan dan kekayaan. Sedangkan mereka yang miskin
atau berada dalam lapisan masyarakat bawah, hanya bisa pasrah terhadap putusan
hakim dan tentu pelayanan hukumnya pun lebih keras dari pada mereka yang berada
di lapisan masyarakat atas.
Referensi
[1]http://jogja.solopos.com/baca/2015/02/26/kasus-kdrt-sleman-melihat-sms-mesra-warga-seyegan-hajar-istri-580395
[2]http://www.tribunnews.com/regional/2013/03/14/pejabat-dinas-pendidikan-nunukan-tersangka-kdrt