Rabu, 07 Oktober 2015

Sosiologi Hukum


Status Sosial dan Pelayanan Hukum
M. Stipan Bhakti Ardiyono
NIM.1711143050

Disini saya akan membahas tentang kasus kekerasan yang terjadi di sekitar masyarakat dan membahas tentang bagaimana sistem hukum dan pelayanan hukum yang berada di Indonesia. Serta akan membuktikan ungkapan Donald Black yang mengatakan bahwa "Hukum Tajam ke bawah Tumpul ke atas".
Berikut adalah contoh kasus di masyarakat :
Kasus Pertama
Seorang suami berinisial SD warga Dusun Klaci, Margoluwih, Seyegan, Sleman menganiaya istrinya ET hingga luka parah di bagian kepala Tak tanggung-tanggung, SD memukuli istrinya menggunakan sepeda onthel setelah melihat adanya SMS mesra yang masuk ke ponsel ET.
Kapolres Sleman AKBP Faried Zulkarnain menjelaskan kasus yang terjadi beberapa waktu lalu itu ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Sleman.
Pelaku penganiayaan dalam hal ini SD sudah diamankan di Mapolres Sleman untuk bertanggungjawab atas perbuatannya.Ia mengamankan pelaku dan ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat pasal 44 ayat 1 UU 23/2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Adapun barang bukti yang disita yaitu satu unit sepeda yang digunakan sebagai senjata untuk menganiaya korban. [1]

Kasus Kedua
Masih dalam kasus yang sama tetapi ini dilakukan oleh kalangan atas yaitu : 
Penyidik Polsek Nunukan menetapkan Ib, seorang pejabat di Dinas Pendidikan Nunukan sebagai tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga. Ib ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi melakukan penyelidikan atas laporan Yl, yang tak lain istri sah pelaku.
Tersangka juga diketahui memiliki istri siri yang saat ini terlibat kasus perkelahian dengan Yl dan kasusnya ditangani pihak kepolisian. Lama terlibat cekcok mulut, tersangka lalu melayangkan pukulan dengan menggunakan tangan kosong yang mengenai bagian pipi kiri dan pelipis sebelah kanan.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat pasal 44 ayat 1 dan ayat 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, Ib tidak ditahan. Polisi beralasan, penahanan tidak dilakukan karena Ib cukup kooperatif. Setiap saat dipanggil, yang bersangkutan siap memberikan keterangan.
Tidak ditahannya tersangka juga didasarkan pada permohonan penasehat hukumnya yang menjelaskan jika Ib merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang harus melaksanakan tugas dinas. Sementara yang bersangkutan tidak dapat digantikan orang lain. Yang bersangkutan sedang melaksanakan pelatihan guru. Sesuai dengan permohonan dari pengacara, dijelaskan saat ini kegiatan kepala sekolah dan pengawas sekolah sedang berjalan.[2]

Berikut table perbandingan:
Lapisan Masyarakat
Atas
Bawah
Jenis Pidana
KDRT
KDRT
Terdakwa
Ib ( Pejabat Dinas Pendidikan )
SD
Kerugian Materiil
Luka Fisik yang di alami oleh YI (Istri Ib)
Luka Fisik yang di alami oleh ET (Istri SD)
Kerugian Immateriil
Terganggunya Psikologi korban KDRT (Trauma) dan rusaknya hubungan keharmonisan dalam rumah tangga
Terganggunya Psikologi korban KDRT (Trauma) dan rusaknya hubungan keharmonisan dalam rumah tangga
Pelayanan Hukum
-       Ditetapkan sebagai tersangka tapi masih menunggu hasil lebih lanjut
-       Tidak di tahan, dengan alasan Ib cukup koorperatif
-      Ditetapkan sebagai tersangka
-      Langsung dilakukan penahanan bagi tersangka SD
Fasilitas Hukum
Pasal 44 ayat 1 dan ayat 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dijerat pasal 44 ayat 1 UU 23/2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

 Analisis Kasus
Dari kedua kasus dan tebel perbandingan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam kasus yang sama yaitu pada kasus KDRT dan sama - sama sebagai WNI. Di mana dalam kasus pertama tersangka SD langsung ditahan oleh pihak Mapolres Sleman. Dan pada kasus kedua, Ib (Pejabat Dinas Pendidikan Nunukan) tidak langsung ditahan oleh pihak kepolisian, dengan alasan tersangka bersikap coorperatif.
Hal ini juga membuktikan bahwa pernyataan dari Donal Black tentang perlakuan hukum yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah benar adanya. Banyak sekali contoh kasus lain yang memperlihatkan adanya perbedaan pelayanan hukum. Di mana mereka yang kaya dan memiliki jabatan yang tinggi atau berada dalam lapisan masyarakat atas akan mendapatkan perlakuan yang baik dari pihak - pihak penegak hukum dikarenakan adanya perbedaan jabatan dan kekayaan. Sedangkan mereka yang miskin atau berada dalam lapisan masyarakat bawah, hanya bisa pasrah terhadap putusan hakim dan tentu pelayanan hukumnya pun lebih keras dari pada mereka yang berada di lapisan masyarakat atas.



Referensi
[1]http://jogja.solopos.com/baca/2015/02/26/kasus-kdrt-sleman-melihat-sms-mesra-warga-seyegan-hajar-istri-580395 
[2]http://www.tribunnews.com/regional/2013/03/14/pejabat-dinas-pendidikan-nunukan-tersangka-kdrt