Selasa, 17 Mei 2016

Kredit Macet


A.    Pengertian Kredit dan kredit macet
Berdasarkan undang – undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yaitu mewajibkan pihak peminjaman untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat, 1993, hal: 220).
Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana: (Sutojo, 1997, hal: 331)
1.      Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan; atau
2.      Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit; atau
3.      Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.[1]

Unsur-unsur dalam suatu perjanjian kredit[2], yaitu :
a.       Kepercayaan
Keyakinan bahwa kedit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dimasa dating.
b.      Kesepakatan
Adanya kesepakatan antara si pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur).
c.       Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan mempunya jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengambilan kredit yang disepakati.
d.      Resiko
Adanya suatu tenggang waktu pengambilan akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya/kredit macet.
e.       Balas Jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa yang kita kenal dengan nama bunga.

B.     Penyebab kredit macet[3]
a.      Error Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
b.      Error Commusion
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas.
Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Selain itu, bank-bank Pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap keseluruhan aset perbankan nasional.
Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka persoalannya tidak akan lepas dari EO dan EC atau bahkan karena dua-duanya. Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan kredit macet menimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos” yang masih dianut, antara lain adalah :
  • Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit. Atas pemahaman ini, maka merupakan kesalahan sekaligus “kejahatan” besar apabila pada sebuah bank tercatat adanya kredit macet. Padahal risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihindari.
  • Dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena terjadi kolusi dan atau korupsi apakah oleh pihak oknum bankir ataupun oknum nasabahnya. Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet karena kolusi dan korupsi.
  • Dalam setiap penanganan kredit macet selalu mengutamakan pendekatan “sapu jagat” di mana going concern baik bank dan perusahaannya menjadi diabaikan. Kalau kredit macet itu karena ulah oknumnya, maka bukan berarti bank ataupun perusahaannya harus dimatiin. Bank yang tercemar akan menimbulkan efek domino berupa terjadi krisis kepercayaaan terhadap industri perbankan. Efek domino itu sering negative melalui pencairan dana dan melarikannya ke luar negeri.
  • Ada kecenderungan kajian atas kredit macet mengabaikan term of reference masa lalu. Kredit yang diputus tahun 2000, misalnya, dan kemudian macet tahun 2004, maka berusahalah dikaji atas dasar term of reference pada tahun 2000. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan asumsi.
Dengan pedekatan term of reference, biasanya akan diketehui apakah redit macet itu karena error omission atau error commission. Jadi kesalahannya bias saja bukan pada dasar keputusannya, tetapi karena masalah monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya. Sama-sama salah, tetapi esensi- nya menjadi lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa yang bertanggung jawab, bukan siapa yang dipersalahkan.
Harusnya kalau kredit macet itu terbukti memang karena oknumnya yang salah, maka segera saja proses secara hukum terhadap oknumnnya. Itu pun dengan tetap menjaga asa praduga tak bersalah. Adalah sangat bijak kalau bank dan perusahaannya bisa dibiarkan berjalan terus apakah oleh manajemen baru atau kalau perlu ditunjuk dari kalangan professional atas dasar penugasan dari Negara. Sebab sangatlah tidak tepat dan bijaksana kalau perusahaannya harus ditutup di mana para pekerjanya yang sama sekali tidak bersalah akan ikut menjadi korbannya.
C.    Prinsip-prinsip Dalam Pemberian Kredit
Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5C yang meliputi:
1.      Character
2.      Capacity
3.      Capital
4.      Colleteral, dan
5.      Conditions.

D.    Kasus Yang Berkenaan Dengan Kredit Macet[4]

Salah satu contoh kredit yang bermasalah atau kredit macet adalah kasus yang terjadi di PD. BPR-BKK KBUMEN CABANG ALIAN. Ada seorang nasabah pengusaha angkutan jasa yang meminjam di PD. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) BKK Kebumen Cabang Alian sebesar RP 10.000.000, dengan jangka waktu 2 tahun atau 24 bulan dengan bunga 2% per bulan Flate. Awalnya semua kewajiban dibayar sesuai kewajiban. Tetapi pada angsuran ke 12 pembayaran Angsuran mulai terlambat dari jadwal yang telah ditentukan, nasabah juga mulai sulit ditemui, karena nasabah sering bepergian keluar kota. Ketika dapat ditemui ia mengaku kena tipu cukup besar sehingga tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya.
1.      Analisis Kasus:
Kredit macet mempunyai dampak negatif bagi kedua belah pihak. Bagi nasabah, dalam hal ini nasabah yang masih beritikad baik, artinya kredit macet terjadi bukan disengaja, kredit macet berarti ia harus menanggung beban kewajiban yang cukup berat terhadap bank. Karena bunga tetap dihitung terus selama kredit belum dilunasi. Mengingat setiap pinjaman dari bank (konvensional) mengandung bunga, maka jumlah kewajiban nasabah semakin lama akan semakin bertambah besar. Sedangkan bagi bank, dampaknya lebih serius karena selain dana yang disalurkan untuk kredit berasal dari masyarakat, kredit macet juga mengakibatkan bank kekurangan dana sehingga mempengaruhi kegiatan usaha bank. Bank yang terganggu kesehatannya, akan sulit melayani permintaan nasabah, seperti permohonan kredit, penarikan tebungan, dan deposito. Keadaan yang demikian akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank hingga manjadi berkurang. Bahkan bukannya tidak mungkin izin usaha bank dicabut pemerintah dan dilikuidasi.
Dalam kasus tersebut diatas, jika dilihat dari aspek perdata maka debitur dipandang telah melakukan wanprestasi, sebab ia tidak lagi menjalankan kewajibannya sebagai mana yang tertuang dalam perjanjian kredit tersebut. Yaitu membayar angsuran setiap bulannya. Ini berarti debitur tersebut telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji. Meskipun bank selaku kreditur memiliki kedudukan istimewa dalam UUHT sebagaimana yang di uraikan diatas, dan dampak dari kredit macet ini sangat serius terhadap bank yang bersangkutan. tetapi dalam hal ini bank tidak dapat melakukan tindakan-tindakan yang berlebihan apabila menagih kepada debitur. Karena bisa saja macetnya kredit tersebut bukan kesengajaan dari debitur, tetapi karena ada faktor-faktor lain diluar kehendak dari debitur yaitu salah satunya karena debitur terkena tipu, sehingga menyebabkan usahanya macet dan akibatnya ia tidak dapat lagi menjalankan kewajibannya yaitu membayar angsuran perbulannya. Selain itu dalam UUHT kedudukan debitur juga mendapat perlindungan hukum. Oleh karena itu, bank dalam menyikapi kredit macet tersebut harus memperhatikan hak-hak dan kedudukan debitur yang dilindungi oleh Undang-Undang.
2.      Pendapat Hukum Penulis:
Dalam menyelesaikan kasus tersebut diatas, bank dapat menempuh dua cara yaitu:
·         Penyelamatan kredit, Yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditor dan nasabah peminjam sebagai debitor
·         penyelesaian kredit., penyelesaian kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum.
Dalam hal penyelesaian kredit bermasalah melalui cara penyelamatan kredit, bank dapat melakukan pembinaan secara rutin terhadap nasabah/debitur tersebut, dan bank juga dapat menyertakan/menyampaikan surat peringatan dan panggilan kepada nasabah serta melakukan pendekatan pada keluarga dan orang tua nasabah/debitur tersebut. Namun jika usaha ini tidak membuahkan hasil yang positif, tetapi justru bank mendapati masalah yang lebih serius karena kreditur sengaja menghilang yaitu dengan pergi keluar kota. Maka untuk mencegah kerugian, pihak bank dapat melakukan cara yang ke dua yaitu penyelesaian kredit melalui lembaga hukum.
Bank dapat melakukan eksekusi terhadap barang yang menjadi agunan melalui Balai Lelang. Dari hasil lelang tersebut digunakan untuk menutupi kredit macet tersebut dan apabila masih ada sisa, maka akan bank harus mengembalikan kepada debitur setelah dikeluarkan untuk seluruh kewajiban hutang dan bunga. Eksekusi dapat melalui pihak Kantor Lelang Negara atau pengadilan Negeri. Dalam melakukan eksekusi terhadap barang agunan milik debitur, pihak bank harus memperhatikan hak-hak dan kedudukan debitur yang terdapat dalam UUHT.
Berdasarkan kasus diatas, maka bank sebelum menyepakati suatu perjanjian kredit harus memiliki keyakinan mengenai kesanggupan, kemampuan, dan kemauan debitur untuk melunasi utangnya. untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitur, agar kasus kredit macet dapat diminimalisir.

E.     KESIMPULAN
Dari kasus dan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Untuk menyelesaikan kredit bermasalah atau non-performing loan itu dapat ditempuh dua cara atau strategi yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit. Yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditor dan nasabah peminjam sebagai debitor, sedangkan penyelesaian kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum.  Lembaga hukum yang dimaksud dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui Badan Peradilan, dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian sengketa.
Karena dalam kegiatan perkreditan tersangkut beberapa pihak, yakni kreditur, debitur serta pihak-pihak yang terkait, maka dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT) kepentingan para pihak tersebut diperhatikan dan diberikan keseimbangan dalam perlindungan dan kepastian hukumnya.
Bank sebelum menyepakati suatu perjanjian kredit harus memiliki keyakinan mengenai kesanggupan, kemampuan, dan kemauan debitur untuk melunasi utangnya. untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitur, agar kasus kredit macet dapat di minimalisir.


[2] https://www.google.co.id/ %2F131417-T%252027498-Penyelesaian%2520kredit-Analisis.pdf Diakses pada tanggal 14 mei 2016 pukul 20.28 WIB

1 komentar: